Pengertian.
Maulid nabi adalah peringatan hari lahirnya Nabi Muhammad SAW. Perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan tradisi yang berkembang di masyarakat Islam jauh setelah kematian Nabi Muammad SAW. Secara subtansi, peringatan ini adalah ekspresi kegembiraan dan penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW.
Di Indonsia sendiri, hukum perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dianggap penting bahkan dijadikan hari libur nasional. Maulid dirayakan oleh umat Islam di seluruh Indonesia dengan berbagai kegiatan keagamaan, seperti pengajian, ceramah agama, doa bersama dll. Namun disisi lain tidak di pungkiri bahwa tidak sedikit juga dari kalangan umat Islam Indonesia yang menentangnya, dan bahkan mereka juga ramai mempublikasi pernyataan mereka tentang penolakan atas peringatan maulid nabi sebagai bid’ah.
Pengertian bid’ah sendiri adalah sesuatu hal yang baru dan tidak ada di zaman Rasulullah. Namun sesuatu hal yang baru ini, dapat berupa sesuatu yang baik (hasanah) ataupun buruk (dhalalah). Sesuatu yang baik (hasanah) adalah sesuatu yang tidak bertentangan dengan Syari’at Islam, sedangkan yang buruk (dhalalah) adalah sesuatu yang bertentangan dengan Syari’at Islam.
Sehingga, di kalangan umat islam Indonesia masih ada dua pandangan hingga saat ini, yaitu yang menentang adanya perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW dan ada yang mendukung. Pada kesempatan ini penulis akan mencoba memaparkan sebagian pandangan dari kedua belah pihak dalam mensikapi perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW.
Menolak
Pendapat yang tegas menolak perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, datang dari Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi. Ulama di Komite Riset dan Fatwa Kerajaan Arab Saudi ini berpendapat, membaca kisah Nabi untuk mengetahui ibadah, ucapan, perbuatan, dan akhlak Nabi Muhammad SAW sangat dianjurkan. Lajnah Daimah menyebut jika maulid disandarkan kepada Imam Syafii maka hal tersebut tertolak. Sebabnya perayaan maulid baru muncul pada abad keempat Hijriyah pada masa pemerintahan Fatimiyah. Sementara Imam Syafii wafat pada tahun 204 H.
Namun pada prinsipnya, Tim Fatwa Tarjih belum pernah menemukan dalil tentang perintah ataupun larangan menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW. Oleh sebab itu, perkara ini termasuk dalam perkara ijtihadiyah dan tidak ada kewajiban sekaligus tidak ada larangan untuk melaksanakannya.
Apabila suatu masyarakat muslim memandang perlu menyelenggarakan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW, yang perlu diperhatikan adalah agar jangan sampai melakukan perbuatan yang dilarang serta harus atas dasar kemaslahatan (mengandung manfaat untuk kepentingan dakwah Islam, meningkatkan iman dan taqwa serta mencintai dan meneladani sifat, perilaku, Nabi Muhammad saw). Perbuatan yang dilarang di sini, misalnya adalah perbuatan-perbutan mengandung unsur syirik, bercampur baurnya bukan mahram, membaca wirid-wirid atau bacaan-bacaan sejenis yang tidak jelas sumber dan dalilnya serta pelanggaran syariat islam lainnya.
Menerima
Hukum Asal perayaan maulid adalah bid’ah yang belum pernah dinukil dari kaum Salaf saleh yang hidup pada tiga abad pertama, tetapi demikian perayaan maulid mengandung kebaikan dan lawannya, jadi barangsiapa dalam perayaan maulid berusaha melakukan hal-hal yang baik saja dan menjauhi lawannya (hal-hal yang buruk), maka itu adalah bid’ah hasanah”. Al-Hafizh Ibn Hajar juga mengatakan: “Dan telah nyata bagiku dasar pengambilan peringatan Maulid di atas dalil yang tsabit (Shahih).
Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani, mengatakan : Bahwa sesungguhnya mengadakan Maulid Nabi Saw merupakan suatu tradisi dari tradisi-tradisi yang baik, yang mengandung banyak manfaat dan faidah yang kembali kepada manusia, sebab adanya karunia yang besar. Oleh karena itu dianjurkan dalam syara’ dengan serangkaian pelaksanaannya. [Sayyid Muhammad bin Alawi Al-Maliki, Mafahim Yajibu An-Tushahha, hal. 340]
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa perayaan maulid Nabi merupakan bid’ah yang baik, hanya formatnya yang baru, meskipun tidak pernah dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW. Sedangkan isinya merupakan ibadah-ibadah yang telah diatur dalam Al-Qur’an maupun Hadits. Oleh karena itulah, banyak ulama yang mengatakan bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW adalah bid`ah hasanah dan pelakunya mendapatkan pahala, jika tidak bertentangan dengan syariat islam.
Kesimpulan
Adanya keragaman pendapat ulama terkait hukum memperingati dan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW ini semoga semakin menambah keyakinan kita bahwa perbedaan itu merupakan sunnatullah, maka harus disikapi dengan dewasa dan bijaksana.
Begitulah sebagian kelumit argumen kedua pandangan dalam memperingati dan merayakan Maulid Nabi Muhammad SAW. Untuk itu dalam tulisan ini, saya mengajak pembaca semua untuk menenangkan diri dan jangan sampai bermusuhan, terpecah belah apa lagi hingga melakukan perbuatan yang melampaui batas. Karena pendapat ini pun merupakan pendapat dari kalangan ulama yang keilmuannya tidak bisa dipungkiri, baik yang menolak ataupun membolehkan, Wallahua’lam.
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. al-Ahzab : 21].
Jika ada pertanyaan, pendapat, atau informasi dan dalil yang ingin disampaikan, silahkan berikan di kolom komentar. Insyaallah penulis akan merespon ataupun merefisi jika dibutuhkan.